Eiji Yoshikawa



Eiji Yoshikawa, lahir 11 Agustus 1892, nama aslinya Hidetsugu Yoshikawa. Lahir di  Minami-ku, Prefektur Kanagawa, Yokohama. Ia berasal dari keluarga samurai miskin, kesulitan keuangan dalam keluarganya menyebabkan ia harus drop out dari sekolah dasar untuk bekerja ketika ia berusia 11 tahun. Ia lalu bekerja macam-macam untuk bisa hidup, termasuk bekerja di galangan kapal.

Ketika ia berusia 18 ia pindah ke Tokyo, setelah mengalami kecelakaan yang hampir fatal ketika bekerja di dermaga Yokohama. Pada masa ini ia tertarik pada haiku dan bergabung dengan kelompok penggemar puisi. Ia mulai menulis haiku dengan nama samaran “Kijiro”.
Pada tahun 1914 ia menulis “Tale of Inoshima” dan memenangkan kontes menulis novel yang disponsori oleh Penerbit Kondansha. Kemudian pada tahun 1921 menjadi reporter untuk surat kabar Maiyu Shinbun dan mulai menulis serial “Life of Shinran”.


Ia menikahi Yasu Akazawa pada tahun 1923, tahun di mana gempa bumi hebat melanda Kanto. gempa bumi itu menimbulkan kerusakan massal pada wilayah Kanto: Tokyo, kota pelabuhanYokohama, dan prefektur di sekitarnya: Prefektur Chiba, Prefektur Kanagawa, dan Prefektur Shizuoka. Menurut sumber yang bisa dipercaya, gempa bumi memakan korban jiwa paling sedikit 105.385 orang, 37.000 orang hilang yang diperkirakan tewas. Kebakaran yang menyusul gempa Bumi merupakan sebab kematian yang terbesar. Gempa inilah yang memperkuat tekadnya untuk berkarir sebagai penulis.

Ia menulis berbagai novel yang diterbitkan oleh Kondansha, yang menjadikannya penulis utama mereka. Berbagai jenis novel ditulisnya : humor, thriller, roman. Tidak jarang ia menulis sekaligus tiga novel. Dia menggunakan 19 nama pena sebelum akhirnya memakai nama Eiji Yoshikawa. Pertama kali menggunakan nama Eiji Yoshikawa untuk serial Sword Trouble, Woman Trouble. Kemudian menjadi lebih populer setelah Serial  Secret Record of Naruto diterbitkan oleh Osaka Mainichi Shimbun.

Pada awal tahun 1930, terjadi perubahan pada gaya penulisannya. tulisannya menjadi introspektif, mencerminkan masalah yang berkembang dalam kehidupan pribadinya, Namun pada tahun 1935, dengan terbitnya di Asahi Shimbun serial Musashi, bercerita tentang pemain pedang terkenal Miyamoto Musashi, ia mulai mengekspresikan pandangan-pandangan zamannya dengan setting masa lampau atau sejarah.

Pada 1937, ketika pecah perang Tiongkok dengan Jepang,  Asahi Shimbun mengirimnya ke medan perang sebagai  reporter khusus, menulis laporan-laporan perjalanan. Pada saat itulah ia bercerai dengan Yasu Akazawa dan menikahi Fumiko Ikedo. Meskipun perang sedang berlangsung, ia tetap menulis novel, dan menjadi lebih tertarik pada budaya Cina. Pada masa itu ia menyelesaikan terjemahan/adaptasi kisah populer Cina, “The Romance of Three Kingdom” dan Novel “Taiko”.


Setelah perang berakhir ia berhenti menulis dan menjalani masa pensiun yang tenang di Yoshino (sekarang  Oumeshi) di pinggiran Tokyo, namun ia segera mulai menulis lagi pada tahun 1947. Karyanya pada masa setelah perang meliputi “New Tale of Heike” dan “A Private Record of Pacific War”. 

Eiji Yoshikawa adalah seorang pengarang novel sejarah Jepang yang mungkin adalah salah satu pengarang terbaik dan paling terkenal di genre tersebut. Banyak di antara novel-novel terkenalnya merupakan revisi terhadap karya-karya terdahulu. Ia terutama terpengaruh oleh kisah-kisah klasik seperti Kisah Heike Monogatari, Kisah Genji Monogatari, Batas Air, dan Kisah Tiga Negara, yang selanjutnya banyak ia kisahkan kembali.

Sebagai contoh, manuskrip asli Taiko yang sebanyak 15 jilid dikisahkan kembali olehnya dalam bahasa yang lebih mudah dicerna. Buku-buku karyanya yang lain juga bertujuan serupa dan walaupun sebagian besar novelnya bukanlah cerita asli, ia menciptakan sangat banyak karya dan menumbuhkan minat baru terhadap sejarah. Ia dianugrahi berbagai penghargaan seperti Penghargaan Budaya Bunka Kunshō pada tahun 1960 serta Penghargaan Harta Berharga (Zuihōsho) sebelum kematiannya di usia 70 tahun pada 7 September 1962 karena kanker pada tahun 1962.


Karya-karya Eiji:
Musashi
Musashi Book I: The Way of the Samurai
Musashi Book II: The Art of War.
Musashi Book III: The Way of the Sword.
Musashi Book IV: The Bushido Code.
Musashi Book V: The Way of Life and Death.
Taiko: An Epic Novel of War and Glory in Feudal Japan.
Heike Story: A Modern Translation of the Classic Tale of Love and War

Fragments of a Past: A Memoir.


** Diambil dari berbagai sumber**
** Dibahas di SelasaTokoh**
0

RADEN AHMAD KOSASIH

Source : bogoratuh.com

Raden Ahmad Kosasih atau yang lebih dikenal RA Kosasih, lahir di Bogor, Jawa Barat, 4 April 1919. Kedua orang tuanya berdarah ningrat. Ayahnya bernama Raden Wirakusumah seorang pedagang dari Purwakarta. Ibunya bernama Rasmani, perempuan Bogor.
Dia didaulat sebagai bapak komik Indonesia karena memelopori penerbitan komik dalam bentuk buku, dan menjadi tonggak pertumbuhan komik Indonesia. Karya-karyanya merupakan monumen yang bisa mendefinisikan identitas komik Indonesia dengan jelas.

Ketertarikannya dengan dunia komik berawal sejak kecil. Kala itu ketika masih kelas I sekolah dasar di Inlands School, Bogor, ia selalu menunggu ibunya kembali dari pasar. Karena bungkusan sayur-mayur belanjaan ibunya biasanya potongan koran yang ada komiknya. ia ambil bungkusan sayur itu, kemudian membaca komik Tarzan, meski cuma sepotong-sepotong.


Bungsu dari tujuh bersaudara ini merupakan pengagum berat tokoh Gatotkaca, karena tokoh superhero ini bisa terbang. Karena itu, selain memburu komik potongan, Kosasih kecil rajin menonton bioskop dan wayang golek. Lulus dari Inlands School 1932, ia melanjutkan ke Hollandsc Inlands School (HIS) Pasundan. Di HIS inilah Kosasih mulai tertarik pada seni menggambar secara formal. Ketertarikannya itu muncul setelah ia melihat ilustrasi pada buku pelajaran Bahasa Belanda yang bagus-bagus. Buku catatannya banyak yang cepat habis karena dibuatnya jadi tempat gambar.

Selepas HIS, Kosasih tidak meneruskan sekolah, meski kesempatan menjadi pamong praja menunggunya. Masa menganggur itu ia puaskan dengan menggambar dan menonton wayang golek. Ia selalu pulang pagi, terutama jika lakonnya Arjuna, Bima, atau Gatotkaca. Karena sering menonton, ia sampai hapal semua cerita wayang, juga gaya para pedalang. Setelah menonton wayang, kepalanya masih selalu dipenuhi gambaran cerita wayang. Saat itu, ia mendapat ide bagaimana jika cerita itu dipersingkat tapi tetap berbobot dan disukai banyak orang. Tapi, ide itu hanya sebatas ide.

Pada tahun 1939, ia melamar sebagai juru gambar di Departemen Pertanian Bogor. Diterima, ia pun menjadi penggambar hewan dan tumbuhan. Gajinya cukup, meski tak mewah. Ketika Jepang ekspansi ke Indonesia tahun 1942, RA. Kosasih kelimpungan dan hidupnya tak karuan. Pekerjaan pun jadi berantakan. Ia tak lagi mendapatkan komik-komik kegemarannya. Yang ia dapatkan hanya komik Flash Gordon dari bekas kertas pembungkus. Flash Gordon adalah sosok pahlawan fiksi Australia yang digambar Alex Raymond yang diterbitkan sejak tahun 1934.

Setelah merdeka, ia melihat banyak peluang di koran-koran. Pada tahun 1953, ia melamar kerja sebagai komikus di harian Pedoman Bandung. Setelah diterima, ia masuk malam, karena siang masih bekerja di Departemen pertanian. Pada tahun yang sama, salah satu majalah terbitan Jakarta memuat iklan. Isinya, penerbitan Melodie mencari penggambar komik. Kosasih tertarik lalu mengirimkan karyanya. Tatang Atmadja, pemilik penerbitan Melodie kepincut dengan karya Kosasih dan menemuinya di Bogor.

Dari pertemuan itu, Kosasih diberikan komik-komik Amerika. Dia diminta untuk meniru, namun harus dijadikan tokoh Indonesia.
Komik serial pertamanya diluncurkan pada tahun 1953. Tokoh utamanya adalah wanita superhero: Sri Asih. tokoh superhero wanita yang ia adopsi dari kisah Wonder Woman. Kosasih membuat serial Sri Asih sesuai dengan cerita-cerita lokal yang sedang populer saat itu. Misalnya edisi Sri Asih Vs Gerombolan, yang diilhami berita teror DI/TII yang saat itu ramai diberitakan.

Sukses dengan Sri Asih, Kosasih melanjutkannya dengan serial baru dengan tokoh bernama Siti Gahara.
Komik ini bercerita tentang pendekar wanita bernama Siti Gahara. Sosok Gahara adalah plesetan dari Sahara, ratu Kerajaan Turkana yang berpakaian Timur Tengah. Kostumnya, dengan perut terbuka, lengan baju sebatas siku, dan bercelana panjang. Keheroan perempuan ini, bisa terbang dan jago berkelahi. Musuh bebuyutannya, nenek sihir. Perbedaan karakter antara Sri Asih dan Siti Gahara sebenarnya tidak terlalu banyak. Keduanya cantik, sakti, dan penolong kaum lemah. Bedanya, Sri Asih mengenakan kostum wayang Sunda, sedangkan Siti Gahara mengenakan celana Aladin dari kisah 1.001 Malam. Komik ini pun laku keras. Meski pundi-pundi honor hasil komiknya terus bertambah. Kosasih tak tinggal diam. Ia terus berimajinasi. Tidak lama, ia kembali mengenalkan tokoh superhero wanita yang lain lewat serial Sri Dewi. Sosok yang dikenal sebagai dewi kesuburan yang oleh orang Jawa dan Bali identik dengan Dewi Padi. Pada serial ini, sosok Sri Dewi kontra dengan Dewi Sputnik. Kosasih menggambarkan Sri Dewi adalah perempuan dengan gaya tradisional dan Dewi Sputnik bersosok modern. Kosasih ingin memperlihatkan kepada pembaca bahwa Sri Dewi tak bisa dikalahkan dan selalu menang.

Di tengah upayanya merintis karir sebagai komikus, Kosasih yang belum juga menikah. Padahal, banyak perempuan yang ingin merebut hatinya. Alasannya, Kosasih berpikir mencari pendamping hidup. Pamannya kemudian memperkenalkan Kosasih dengan seorang perempuan. Namanya Lili Karsilah yang saat itu berusia 25 tahun. Kosasih langsung kepincut dan bersedia menikahinya. Dari perkawinan mereka dikarunia dua orang anak. Anak pertama laki-laki diberi nama Kusumandana. Dan yang kedua, perempuan bernama Yudowati Ambiyana. Namun Tuhan berbicara lain. Hidup putranya Kusumandana tak berlangsung lama. Tahun 1957 pada usia empat tahun, Kusumandana meninggal dunia terkena serangan demam. Kemudian dikuburkan di pemakaman Dreded, Bondongan, Bogor, Jawa Barat.


Pada tahun 1955, Kosasih mengambil keputusan berhenti menjadi pegawai Departemen Pertanian karena kesibukannya di dunia komik. Tahun 1960-an, kondisi politik membuat dirinya menghentikan dulu komiknya. Saat itu, PKI melalui Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) mengecam komiknya karena dianggap berunsur ke barat-baratan. Tak ayal, tiras komiknya berkurang. Justru yang banyak beredar adalah komik-komik keluaran China. Karena tidak mau tinggal diam, Kosasih menyiasatinya dengan menggambar sosok wayang. Komiknya antara lain, Mundinglaya Dikusuma, Ganesha Bangun, Burisrawa Gandrung, dan Burisrawa Merindukan Bulan. Dua komik terakhir menjadi komik terlaris di pasar. Singkat cerita, komik-komik Kosasih kembali merajai pasar komik Indonesia.

Selanjutnya, Kosasih membuat komik Ramayana dan Mahabharata. Idenya dari bacaan Bhagawat Gita terjemahan Balai Pusaka. Hasilnya luar biasa. Angka penjualannya mencapat 30 ribu eksemplar. Tiras paling besar sepanjang sejarah komik Indonesia. Dua karya itu memang melambungkan nama Kosasih, namun yang lebih penting lagi, komik Mahabbarata berhasil memperkenalkan kisah itu kepada generasi baru, yakni anak-anak dan remaja perkotaan yang jarang nonton wayang kulit atau wayang orang. Bagi mereka, komik Kosasih adalah referensi awal ke kisah klasik asal India itu.

Walau tidak ada catatan pasti berapa jumlah komik Mahabbarata yang berhasil terjual. Kosasih ingat bahwa Mahabbarata dan Ramayana adalah dua karya yang kemudian berhasil membuatnya membeli rumah. Kesuksesan sebagai komikus jualah yang membuat Kosasih berani berhenti dari pekerjaannya dan total menggambar.

Di tahun-tahun selanjutnya, ia tetap menguasai pasar komik Indonesia dengan kembali membuat komik wanita superhero, Cempaka. Sosok perempuan berbaju loreng, kekar, tinggi dan seksi. Sosok Cempaka diilhami oleh sosok Tarzan. Sayangnya, komik itu tidak terlalu laris seperti komik sebelumnya. Ketika popularitas komik wayang menyusut, Kosasih membuat komik berkarakter lain dengan imajinasinya sendiri. Ia beralih ke komik dari legenda. Misalnya, komik tentang Lutung Kasarung, Sangkuriang dan lainnya.

Pada tahun 1964, Kosasih hijrah ke Jakarta dan bekerja untuk penerbitan Lokajaya. Ia membuat serial Kala Hitam dan Setan Cebol. Lagi-lagi, ia tak seberuntung dulu. Komiknya hanya laku 2000 eksemplar. Empat tahun kemudian, 1968, kesehatannya mulai tidak stabil. Kosasih memilih istirahat setahun lamanya dan kembali ke Bogor.

Dua tahun setelah istirahat, tahun 1970-an, ia diminta oleh penerbit Maranatha Bandung untuk membuat komik ulang Mahabharata. Karyanya berbeda dengan gambar yang kali pertama dibuatnya. Hasilnya pun dianggap gagal.

Dengan sisa kekuatan imajinasi, ia terus menggambar. Pada tahun 1984, ketika sedang menggambar, tangannya gemetaran. Pensilnya sulit dikendalikan. Tangannya secara tiba-tiba membuat gambarnya menjadi berantakan. Sejak saat itu, Kosasih sudah benar-benar tidak pernah lagi menggambar. Ia tidak mau memaksakan diri lagi dan lebih memilih berhenti total sebagai pembuat komik. Tahun 1994, ia menyatakan diri 'pensiun' dari dunia komik dan memilih menikmati sisa hidupnya.

Sejak tahun 1990-an, Kosasih hijrah ke rumah anak perempuannya Yudowati di daerah Rempoa, Ciputat, Jakarta Selatan. Kosasih menempati satu kamar yang berada di lantai dua. Sedangkan rumah di Bogor, dijualnya. Alasannya, agar dekat dengan anak dan cucu satu-satunya bernama Adinadra. Pada tahun 1994, istrinya Lili Karsilah, dipanggil sang Khalik setelah menderita stroke dan asma. Sang istri tercinta dikebumikan di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta.

Kondisi kesehatan peraih penghargaan anugerah Lifetime Achievement (2005) ini semakin menurun. Ia tidak dibolehkan banyak bicara karena akan terjadi pengeringan cairan pada bagian paru-parunya. Penyakitnya tidak boleh kekurangan dan kelebihan air putih. Untuk itu, ia tidak boleh jauh dari air minum.

Sejak tahun 2009, Kosasih sering keluar-masuk rumah sakit. Ia mengidap sakit pembengkakan pembuluh jantung. Ketika Kosasih masuk RS Bintaro pada Januari 2009, perlu dana 15 juta untuk membiayai perawatannya. Lalu saat masuk rumah sakit itu kembali pada November 2009, ia mengeluarkan dana sekitar Rp 18 juta.

Melihat kondisi itu, para penggemar komik tak tinggal diam. Apalagi diketahui, Kosasih keluar dari rumah sakit karena keluarganya tidak punya biaya lagi. Para komunitas komik menggalang dana untuk kesembuhan RA. Kosasih. Setiap awal bulan, Kosasih harus periksa ke dokter. Dan setiap periksa, ia mendapatkan obat baru yang habis setiap bulan sekali. Biaya periksa dan obat-obatan memerlukan biaya minimal sejuta. Untuk biaya pengobatan itu, Kosasih tidak bisa berharap dari royalti komiknya karena tidak ada royalti. Dulu ia dibayar sesuai pesanan.

Pada 4 April 2010, usianya mencapai 91 tahun. Kondisi matanya masih cukup baik untuk pria seusianya. Ia masih bisa melangkah dengan kakinya. Tongkat yang ia gunakan hanya sebagai alat bantu saja. Begitu juga dengan kacamata yang sesekali saja dipakai jika diperlukan. Saat itu, Kosasih sudah siap dipanggil Tuhan. Hal itu terlihat ketika Kosasih merayakan ulang tahunnya yang ke-91, para tamu menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Namun, saat tiba di kalimat "selamat panjang umur…", tiba-tiba Kosasih memotong. Ia tidak mau lagi didoakan selamat panjang umur karena merasa umurnya sudah kepanjangan. Bahkan peraih Satyalancana Kebudayaan (2008) dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata ini bergurau bagaimana kalau umurnya yang panjang itu dibagikan saja ke tamu yang datang.

Memang tidak ada seorangpun yang bisa menentukan lamanya hidup seseorang. Dua tahun kemudian, di usianya yang ke-93, Kosasih akhirnya dipanggil Sang Pencipta. Ia meninggal di kediamannya dini hari, Selasa 24 Juli 2012, sekitar pukul 01.00 WIB. Sebelumnya, Kosasih sempat menjalani perawatan di RS Bintaro karena penyakit jantung. Walaupun ia sudah tiada, karya-karyanya akan tetap hidup selamanya.


Tak bisa dipungkiri, perjalanan hidup Kosasih punya andil yang tidak kecil dalam sejarah komik Nusantara. Ia berhasil meninggalkan jejak emas yang memperkenalkan epik cerita pewayangan dalam panel komik yang sederhana lagi menghibur. Kini, dalam tidurnya yang damai, ia patut berbahagia. Ribuan atau mungkin jutaan pembaca komiknya di seantero Indonesia akan selalu mengenangnya dengan takzim.

Sedikitnya ada 100 buku komik yang pernah dibuat Kosasih semasa hidupnya. karya-karya Kosasih punya karakter yang sangat kuat. Ia tidak hanya berhasil mengangkat tokoh-tokoh bermuatan lokal, tapi juga mampu menyampaikan nilai-nilai tradisi yang mengakar dalam masyarakat. Semua itu divisualisasi dalam panel-panel komik yang mudah dipahami.

-end-


*dari berbagai sumber.
** Dibahas di SelasaTokoh di grup KBI**
0

BOTCHAN - Natsume Soseki


MINGGU LITERASI #6, 13 Maret 2016

BOTCHAN

Sejak kecil, Botchan memang sudah terkenal keras, pemberani, dan bukan seorang anak yang penurut. Hidup dalam asuhan Kiyo, seorang pembantu keluarganya yang sangat menaruh harapan besar pada kesuksesan hidup tuan mudanya, Botchan berhasil lulus universitas dan menjadi seorang guru matematika di Shikoku. Menjadi guru matematika bukanlah cita-citanya, pun dia bisa lulus bukan karena dia menyukai matematika itu sendiri tapi semata-mata karena ia bisa lulus saja. Seperti banyak anak muda seumurannya pula, Botchan adalah pemuda yang masih belum juga menemukan tujuan hidupnya.


Botchan menerima tawaran kerja sebagai seorang guru matematika di Shikoku, jauh dari Tokyo kota kelahirannya. Kehidupan dan penyesuaian dirinya di sana menjadi sulit terutama karena dia kehilangan sosok Kiyo dan juga kurangnya kemampuan dirinya untuk bergaul dengan sesama rekan kerjanya. Dia merasa dirinya jauh lebih baik dari rekan-rekannya dan menjadi sering mengkritik mereka, apa yang dia rasa tidak sesuai di matanya seringkali langsung dia sampaikan dan berujung konflik. Begitu juga dengan murid-muridnya yang sering menguntitnya sepanjang jalan dan membuat lelucon tentang kebiasaan makannya (siomay dan tempura) sampai-sampai dia tidak lagi menyentuh makanan-makanan itu.

Sejak awal, Botchan ini mengingatkan saya pada karakter Onizuka darimanga Great Teacher Onizuka (GTO). Karakternya sama-sama keras dan penuh kritik sosial terutama dunia pendidikan pada masa itu, yang secara mengejutkan masih relevan sampai jaman sekarang (1904-2016). Seratus dua belas tahun lamanya dan permasalahannya nyaris tetap sama saja. Sebagai seorang yang lurus dan polos dengan karakter kerasnya, Botchan tidak segan-segan menegur langsung bahkan hingga melakukan tindak kekerasan pada pejabat-pejabat nakal di sekolahnya. Tawaran kenaikan gaji sama sekali tidak menarik baginya, bahkan ancaman dikeluarkan dari sekolah pun tetap sama sekali tidak meruntuhkan niatnya untuk membela kawannya yang diperlakukan tidak adil. Menariknya, justru keberanian Botchan ini berhasil menyiutkan nyali lawan-lawannya tanpa dia sendiri menyadarinya, dan memang kenyataannya juga selalu pihak pengancam lah yang sebenarnya merasa terancam sehingga merasa perlu mengeluarkan ancaman.

Novel ini merupakan salah satu novel terpenting dan paling dicintai oleh pembaca di Jepang sampai hari ini. Diterbitkan pertama kali pada tahun 1904 sebagai novel debut Soseki, sampai hari ini sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa dan masih menjadi bacaan yang sangat menghibur. Cara pandang Botchan terhadap kehidupannya merupakan contoh bagaimana menjalani kehidupan dengan cara yang ksatria di tengah-tengah kerusakan moral di sekitar kita. Novel ini membawa kita pada perenungan moral yang dalam dan dikemas dengan ringan sebagai bacaan semua umur. Tidak salah jika ia langsung sukses menjadibestseller di awal kemunculannya.


** Novel ini dibahas di Minggu Literasi Grup KBI **


0

Sir Rowland Hill : Bapak Perangko Dunia


SIR ROWIND HILL (BAPAK PERANGKO DUNIA)

A.    Biografi Tokoh

Sir Rowland Hill lahir di Kidderminster pada tanggal 3 Desember 1975. Ia memiliki enam saudara laki-laki dan dua saudara perempuan. Ayahnya bernama Thomas Wright Hill. Mereka adalah keluarga yang miskin akibat dari peperangan antara Inggris dan Perancis.
Rownland Hill sangat gemar membaca buku, terutama dongeng anak-anak karangan Miss Edgeworth. Rownloand Hill memiliki pandangan yang luas serta keteguhan yang nampaknya hal itu diwarisi dari Ayahnya. Demikian pula kecerdasan, kesabaran serta ketetelitian yang dimiliki oleh ibunya terpadu dalam dirinya.
Pada usia sekitar 31 tahun Rowland Hill pindah ke Birmingham. Bersama salah satu saudaranya, ia mendirikan sebuah sekolah istimewa di Bruce Cstle di Tottenham. Ia pun mencoba mengikuti jejak ayahnya yaitu sebagai guru.

B.     Karir Tokoh
Dalam karirnya itu Rowland Hill memperkenalkan sistem mengajar yang disbut “Hazlewood”. Sistem itu mengungkapkan bahwa mengakui kebenaran adalah sangat penting bagi mahasiswa yang demokratis agar suatu pendidikan bisa berhasil. Bahkan lebih dari itu, Rowland Hill, menekankan bahwa seorang pendidik mutlak harus memiliki disiplin diri yang kuat. Dengan gagasannya itu, Ia memberi wawasan tersendiri bagi dunia pendidikan pada masa itu.
Sebagai seorang guru, Rowland Hill menekuni pekerjaannya dengan sangat rajin. Rata-rata tidak kurang dari 15 jam sehari ia habiskan untuk melakukan pekerjaannya itu, dan bahkan ia melakukannya itu berturut-turut dalam seminggu.
Hal inilah yang menyebabkan kesehatannya menjadi terganggu. Akhirnya setelah pulih Rowland Hill memutuskan untuk tidak lagi mengajar. Ia memutuskan untuk membantu suatu yayasan yang bertujuan untuk menyebarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
Rowland Hill pernah melancarkan suatu penyiaran dalam usaha membasmi kemiskinan dan mengurangi kejahatan secara berangsur-angsur. Ia sangat aktif dalam sebuah perkumpulan yang didirkan atas rencana E.G. Wakerfield.
Sebuah perkumpulan yang bertujuan membuka jajahan di Australia Selatan. Saat rencana E.G. Wakerfield ini diterima oleh parlemen, Rowland Hill diangkat menjadi sekretearis selama kurang lebih empat tahun.
Selama masa empat tahun menjadi sekretaris itu, Rowland Hill telah mencurahkan tenaga serta pikirannya bagi kemajuan perkumpulan. Selain itu, ternyata disela-sela waktunya yang lain ia pun menekuni suatu bidang. Rowland Hill ini memanfaatkan waktu luangnya untuk dan berhasil menciptakan mesin cetak.
Hal ini tidak mengherankan karena sejak masa mudanya Rownlad Hill sangat gemar menggunakan berbagai alat dan perkakas serta membuat bermacam-macam mesin. Namun mesin cetak temuannya itu tidak pernah diapakai seluruhnya, namun hanya beberapa bagian penting saja dari mesinnya itu yang masih dipergunakan.
Pada tahun 1846 Rowland Hill ditunjuk sebagai Sekretaris Postmaster General. Antara tahun 1854-1856 Ia kemudian mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan sebagai Sekretaris Perusahaan Jawatan Pos, suatu kedudukan yang tinggi waktu itu.
Kemudian tahun 1869 Rowland Hill menerima penghargaan tinggi dengan gelar “Knight”. Ia diangkat sebagai orang yang berhasil dan berbuat sosial tingkat nasional dan berhak menggunakan gelar “Sir” di depan namanya. (Baca Juga "Esha Tegar Putra")
C.    Gagasan Perangko
Rowland Hill juga menekuni ilmu administrasi dan perpajakan. Pada waktu mempelajari bidang perpajakan inilah timbul gasgasan untuk menertibkan carik kertas kecil yang dikenal dengan sebutan perangko.
Pada tahun 1830 ketika negara Inggris berkembang menjadi negara industri, transportasi mengalami kemajuan yang cukup menggembirakan. Jalan kereta api mulai membentang dari Barat ke Timur dan adri Utara ke Selatan.
Waktu itu ia memikirkan bagaimana mendapatkan pemasukan uang untuk kas kerajaan dari pajak pengiriman surat-surat. Hal yang dilihatnya waktu itu adalah pemberian hak bagi anggota Majelis Rendah dan Majelis Tinggi dalam parlemen untuk dapat mengirim surat secara cuma-cuma tanpa batas.
Selain itu sistem pembayaran biaya pengiriman surat oleh penerima juga banyak merugikan dinas pos. Hal tersebutlah yang dianggapnya sebagai suatu pembrosan dan merugikan kas kerajaan.
Pada tahun 1837 Rowland Hill mengajukan usul ke Parlemen yang antara lain mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
1.      Ongkos pengiriman surat harus diturunkan; dengan turunnya ongkos pengiriman surat diharapakan terjadi peningkatan jumlah surat yang dikirm
2.      Untuk lebih merangsang masyarakat agar saling berkirim surat, perlu ditetapkan tarif pos yang seragam dengan tidak memandang jarak tempuh surat tersebut
3.      Untuk menghindari penyalahgunaan biaya penigirman surat, biayanya harus dibayar dimuka dengan menempelkan secarik kertas, yang sekarang dikenal sebagai prangko.


Pemikiran ini awalnya mendapat tentangan dari Parlemen. Namun empat tahun kemudian tepatnya pada tahun 1840 usul Rowland Hill diterima Parlemen. Dari sinilah kemudian lahir prangko, carik kertas kecil yang dipakai sebagai tanda pelunasan pengiriman surat.


Prangko yang pertama dijual pada tanggal 1 Mei 1840, harganya 1 penny untuk prangko hitam dan 2 pence untuk prangko biru, bergambar Ratu Victoria.

Rowland Hill yang bukan orang Dinas Pos kemudian pada tahun 1846 ditunjuk menjadi sekertaris Postmaster General. Antara tahun 1854-1856 Rowland Hill mendapat kepercayaan untuk menduduki jabatan sebagai Sekretaris Perusahaan Jawatan Pos, Suatu kedudukan yang tinggi waktu itu. Pada tahun 1860 Rowland Hill menerima penghargaan tertinggi dengan gelar "Knight". Ia diangkat sebagai orang yang berhasil dan berbuat sosial tingkat nasional dan berhak menggunakan gelar "Sir" di depan namanya. Pada tahun 1864 ketika ia pensiun, parlemen memberikan hadiah 20000 Poundsterling dan berhak setiap tahunnya menerima pensiun sebesar 2000 poundsterling.

Rowland Hill, yang akhirnya mendapat julukan sebagai Bapak Prangko Dunia, meninggal di Hampstead pada tanggal 27 Agustus 1879 dan dimakamkan dengan upacara kebesaran nasional di Westminster AbberyLondon.



** Diambil dari berbagai sumber**
** Materi ini dibahas pada sesi SelasaTokoh **
0

A Man Called Ove

A Man Called Ove


Judul     : A Man Called Ove
Penulis : Fredrick Backman
Penerjemah : Ingrid Nimpoeno
Penerbit : Penerbit Noura Books
Jumlah halaman : 440 halaman

Sebelum terlibat lebih jauh dengannya, biar kuberi tahu. Lelaki bernama Ove ini mungkin bukan tipemu.
Ove bukan tipe lelaki yang menuliskan puisi atau lagu cinta saat kencan pertama. Dia juga bukan tetangga yang akan menyambutmu di depan pagar sambil tersenyum hangat. Dia lelaki antisosial dan tidak mudah percaya kepada siapa pun.

Seumur hidup, yang dipercayainya hanya Sonja yang cantik, mencintai buku-buku, dan menyukai keujujuran Ove. Orang melihat Ove sebagai lelaki hitam-putih, sedangkan Sonja penuh warna.
Tak pernah ada yang menanyakan kehidupan Ove sebelum bertemu Sonja. Namun bila ada, dia akan menjawab bahwa dia tidak hidup.  Sebab, di dunia ini yang bisa dicintainya hanya tiga hal: kebenaran, mobil Saab, dan Sonja.

Lalu... masih inginkah kau mengenal lelaki bernama Ove ini?


Kisah ini dimulai pada suatu pagi ketika Ove mendapat tetangga baru. Tetangga yang langsung merusak dinding luar rumahnya dan mengacaukan petak bunganya yang sebenarnya tidak ditanami apa-apa. Dengan bersungut-sungut Ove memarkirkan mobil karavan angkutan barang mereka tanpa diminta, bahkan sedikit memaksa. Sesungguhnya Ove tidak berniat membantu. Dia hanya kesal karena orang-orang sekarang tidak becus mengemudi. Segera saja setelah itu, Parvaneh si tetangga barunya mulai terus menerus mengganggu Ove.

Sebetulnya Ove sudah berniat ingin bunuh diri saja. Dia tak lagi merasa hidup sejak ditinggalkan Sonja. Lagipula semua tetangga di sini menyebalkan. Tapi setiap kali ia mencoba bunuh diri, ia selalu saja diganggu oleh Parvaneh dan anak-anaknya, bahkan si kucing. Misalnya saja ketika ia mau gantung diri, Parvaneh dan suaminya datang memperkenalkan diri sebagai tetangga baru, kemudian meminjam alat-alat pertukangan dari Ove. Sungguh mengganggu. Dan tak lama kemudian, tetangganya yang lain, Anita, datang meminta tolong radiator pemanas ruangannya dibetulkan. Sepertinya semua orang di lingkungannya tidak mampu mengerjakan apa-apa. Kali lain Ove ingin bunuh diri, Parvaneh kembali datang dan meminta tolong dengan paksa agar diantarkan ke rumah sakit karena suaminya jatuh dari tangga. Ketika Ove memutuskan bunuh diri jauh dari rumah dan menabrakkan diri ke kereta, sudah ada sesorang terkena serangan jantung di rel kereta yang mendahuluinya. Dan orang-orang tidak melakukan apapun, hanya berteriak dan panik. Terpaksa Ove lah yang harus membopong lelaki itu keluar dari jalur rel.

Selalu saja ada pengganggu ketika Ove ingin bunuh diri. Selalu saja ada hal yang sepertinya tidak bisa dibereskan orang-orang tanpa bantuan Ove. Sehingga Ove mumutuskan, bereskan saja dulu semuanya, Sonja pasti tak keberatan menunggu sedikit lebih lama. Lagipula Sonja nanti akan marah bila Ove menyusulnya tapi membiarkan orang-orang itu kesulitan. Sonja memang seperti itu.

Kehidupan Ove terus berjalan tanpa memberinya jeda untuk bunuh diri. Lama kelamaan, tanpa disadarinya, Ove menjadi dekat sekali dengan tetangganya. Anak-anak Parvaneh menjadi terikat kepadanya, walaupun Ove selalu bersungut-sungut dan menggerutu. Ove tidak berubah. Ia masih pemarah, pemurung, dan tidak ramah. Namun selalu ada kebaikan yang terlihat dari semua sikap Ove. Bukan karena ia ingin terlihat baik, hanya saja bagi Ove benar adalah benar, dan salah adalah salah. Ove belajar sikap ini dari ayahnya. Ayahnya yang tak banyak bicara tapi mengajarkannya bagaimana menjadi manusia. Ayahnya yang bekerja di emplasmen kereta api sekolah yang bayarannya payah dan pekerjaannya kotor tapi berkata “Itu pekerjaan jujur dan layak dilakukan.”. Dari ayahnya lah Ove belajar mengenai kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Ketika ayahnya meninggal, ia pergi ke kantor jawatan kereta api untuk mengembalikan gaji ayahnya untuk sisa bulan itu. Ketika ayahnya meninggal, Ove berhenti bahagia. Sampai ia bertemu Sonja.

Sonja adalah gadis cantik yang ceria. Ketika pertama kali melihatnya, Ove tertawa untuk pertama kalinya sejak ayahnya meninggal. Ove menaiki kereta yang salah selama berbulan-bulan hanya untuk mendengar Sonja bicara. Sonja menyukai kejujuran dan kehitam-putihan Ove. Kemudian mereka menikah. Sonja selalu gagal meminta Ove membaca satupun buku, tapi Ove memberi Sonja rak buku cantik begitu mereka memiliki rumah sendiri. Jika istri-istri lain merasa kesal karena suami mereka tidak memperhatikan ketika mereka memotong rambut, Ove akan merasa kesal jika Sonja memotong rambut hanya karena Sonja tidak terlihat sama. Ketika Sonja mengalami kecelakaan yang menyebabkan kelumpuhannya, Ove berkutat dengan ‘lelaki-lelaki berkemeja putih’ dan birokrasi sialan untuk mencari pertanggungjawaban. Ove mangubah seluruh interior rumah dengan tangannya sendiri ketika Sonja harus memakai kursi roda. Ketika gagal meminta kepada pemerintah untuk memberi rampa di sekolah tempat Sonja mengajar, Ove datang dan membangun sendiri rampa itu. Ove tak banyak bicara, memang. Selalu Sonja yang bicara dan Ove yang mendengarkan. Ove adalah lelaki yang menganggap orang dilihat dari apa yang dilakukan, bukan dari apa yang dikatakan. ketika Sonja meninggal, sekali lagi, Ove merasa tidak hidup. Namun, bunuh diri ternyata sulit sekali di lingkungan tempat tinggal Ove. Selalu saja ada pengganggu.

Ketika saya menutup buku ini, ada perasaan tidak ikhlas bukunya sudah selesai. Bukan karena akhir ceritanya gantung, tapi karena saya masih ingin bersama Ove. Begitu membaca buku ini, gambaran saya tentang Ove langsung tertuju pada satu tokoh; Mr Fredricksen di film Up!! Bahkan ketika saya buka wikia.com yang memuat informasi Carl Fredricksen, personality yang dipaparkan wikia kurang lebih sama dengan gambaran tokoh Ove yang saya dapat di buku ini:

(as a boy): shy, quiet, lonely, innocent
(older): kind, cranky, funny, grumpy, loving, grandfatherly, brave, hotheaded***

Ove sama pemarah, penggerutu, pemurung, dan tidak ramahnya seperti Mr. Fredricksen. Ove sama membangun rumah dengan tangannya sendiri seperti Mr. Fredricksen. Ove, sama seperti Mr. Fredricksen, hanya mencintai satu wanita dalam hidupnya. Ove, sama seperti Mr. Fredricksen, ternyata hangat dan baik hati.

Humor ‘kasar’ pada buku ini mengingatkan saya pada novel karya penulis Swedia lain, Jonas Jonasson, The 100-Old-Years Man who Climbed Up the Window and Dissapeared. Alur yang digunakan pada A Man Called Ove juga maju mundur seperti di novel 100-Years-Old Man. Alur utama di buku ini adalah Ove ketika berusia 59 tahun. Ini adalah cerita kesehariannya bertetangga di lingkungan perumahan. Perbedaan pandangan antara Ove dan tetangga-tetangganya ini diceritakan secara jenaka oleh penulis. 


Bagaimana Ove ketika berhadapan dengan tetangga-tetangganya ini menjadi lucu. Ove yang kolot dengan segala ke-keras-kepala-an-khas-kakek-kakek-ngga-mau-kalahnya, keenggannya akan teknologi, dan penolakannya pada modernisasi di antara tetangga-tetangganya yang selalu bergaya hidup masa kini. Dialog dan narasinya seringkali sinis, dan sarkas, dan keras kepala (singkatnya nyinyir), dan sukses bikin saya tertawa di hampir sebagian besar cerita. Dan seringkali, Ove merenungi hidupnya dan berkhayal soal masa lalunya. Kisah masa kini dan masa lalu Ove dilebur dengan manis dan pas di buku ini, sehingga saya bacanya enak-enak aja. Terjemahannya juga bagus. Saya tidak kesulitan memahami maksud penulis, dan yang jelas, karakter Ove yang nyinyirnya dapet banget. Suka!


Walaupun sekilas buku ini hanya tentang kekonyolan Ove di masa tuanya, namun beberapa hal mau tak mau membuat saya merenung juga. Prinsip dan ideologi keras Ove, bahkan penolakannya akan modernisasi seringkali membuat saya tercenung. Bab demi bab, saya diajak menyelami kehidupan Ove. Dari mulai dia masih kecil, bagaimana ideologinya didapatkan, bagaimana dia pernah terpuruk, bagaimana dia bertemu Sonja, sampai ketika Ove berusia 59 tahun. Kisah ini sangat hangat dan menyentuh. Walaupun dituliskan secara sinis bahkan sarkas, justru kesinisan inilah yang membuat novel ini jadi terkesan jenaka. Pada akhirnya, masihkah kau ingin mengenal lelaki bernama Ove?



 ** Ulasan ini dibahas di #SeninUlasan 21 Maret 2016 **




0

Taktik Menulis ala Winna Efendi - Part 3

Taktik Menulis ala Winna Efendi



IDE
Ide adalah salah satu langkah pertama untuk menulis novel. Untuk menjadi seorang penulis dan untuk memulai sebuah novel \, yang kita butuhkan adalah ide. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide/gagasan adalah rancangan yang tersusun di pikiran; cita-cita.
Ide berkaitan erat dengan genre. Jika genre cerita yang ingin ditulis adalah teenlit, ide cerita dapat berputar sekitar dunia remaja dan sekolah, mimpi, cinta pertama, dan seterusnya. Lain halnya kalau genrenya adalah fantasi. Kemungkinan besar idenya tidak akan jauh dari dunia khayalan dengan karakter-karakter unik yang kita ciptakan sendiri dalam imajinasi kita.
Ide awal dapat berupa apa saja—sebuah imaji, pesan, bahkan bermula dari karakter dan setting. Ide dapat juga berupa premis, yaitu ide dasar yang menjadi tema cerita. Contohnya, persahabatan yang berkembang menjadi cinta adalah tema novel Ai dan Refrain, sedangkan cinta lama yang mendapatkan kesempatan kedua menjadi tema novel Coming Home milik Sefryana Khairil juga Promises karya Dahlian. Dengan menemukan satu tema yang menarik untuk diceritakan, kamu dapat menjadikannya tulang belakang cerita, lalu mengembangkannya menjadi sebuah novel utuh. Tanpa ide yang kuat dan jelas terbentuk, novel yang kita bikin tidak akan menggugah pembacanya.

Baca Juga "Taktik Menulis ala Winna Efendi Part 1"

Kalau menurut H. Misbach Yusa Biran, “Dalam cerita dramatik, tokoh utama cerita haruslah objek yang menarik. Problema utamanya juga harus kuat dalam menggugah emosi yang menyaksikan, sehingga penonton bersedia meluangkan waktunya yang berhaga untuk mengikuti kisah si protagonis sampai akhir cerita.”
Bagi beberapa orang, mencari ide adalah hal yang mudah. Justru yang sulit adalah kita punya begitu banyak ide cerita yang menarik sehingga kesulitan memilih salah satu yang lebih menonjol. Bagi sebagian lagi, mencari ide susahnya setengah mati. Ide yang orisinal dan baru, apa lagi?
Ada dua tips nih untuk menggali ide. Yang pertama adalah buka mata dan buka hati—gunakan kelima indera secara maksimal. Inspirasi bertebaran di mana-mana. Yang perlu kita lakukan adalah mengobservasi lebih detail, memperhatikan lebih banyak, dan meresapi lebih dalam. Setiap rasa, setiap gestur, setiap gerak, memiliki kisah masing-masing. Jangan lupa untuk selalu membawa buku tulis atau pulpen, atau bisa juga cukup menggunakan ponsel untuk mencatat setiap ide yang lewat begitu saja untuk ditilik lagi saat kamu membutuhkannya. Pilah-pilah ide yang menurut kalian punya potensi besar untuk dikembangkan.

Baca Juga "Taktik Menulis ala Winna Efendi Part 2"

Yang kedua adalah, menurut Winna Efendi, setiap ide itu adalah hasil daur ulang. Sangat jarang ada ide yang sama sekali baru di dunia ini, karena kebanyakan merupakan versi daur ulang dari ide yang sudah ada. Hanya saja dieksplorasi dengan latar belakang, sudut pandang, dan karakter yang berbeda. Tema cinta segitiga, balas dendam, persahabatan yang berubah jadi cinta, pengkhianatan; semuanya bukan lagi ide baru. Eits, bukan berarti kita meng-copy paste ide-ide yang sudah ada untuk cerita kita sendiri. Plagiarisme alias penjiplakan karya orang lain sangat tida dianjurkan dan melawan hukum. Makna orisinal di sini adalah ledakan kreativitas, kemampuan kita untuk mengolah apa yang biasa dan klise menjadi sesuatu yang terasa baru dan jauh dari stereotipe.

Dan selalu, tulislah sesuatu yang memiliki makan dalam hidupmu—sesuatu yang berarti.Beberapa penulis menuliskan tentang dunia kerja mereka sehari-hari, seperti banking, arsitektur, dll, karena hal tersebut memang berarti untuk mereka. Seperti apa yang diucapkan Somerset Maugham, “Hal paling penting dalam sebuah buku adalah makna yang ada di dalamnya untuk kamu. 


* Materi pembahasan #JumatEYD di Grup Whatsapp Klub Buku Indonesia *
* Di rangkum oleh Tim #JumatEyd : Rara Aywara, Feti Habsari, Eka *

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com