Halim Perdana Kusuma Si Jimat Hitam

Jika kau berkunjung ke Jakarta Timur sekarang, ada lapangan udara yang bernama Lanud Halim Perdana Kusuma. Lalu siapakah Bapak Halim ini? Dan apa hubungannya dengan Adisutjipto yang namanya diabadikan menjadi bandara di Solo?

                                            


Abdul Halim Perdana Kusuma. Lahir di Sampang, Madura, Jawa Timur pada tanggal 8 November 1922. Ayahnya adalah putera Patih Sampang yang sebelum menunaikan ibadah haji, bernama Raden Mohammad Siwa. Sekembalinya dari tanah suci berganti nama menjadi Raden Haji Mohammad Bahauddin Wongsotaruno. Ibu Abdul Halim bernama Raden Ayu Asyah, puteri Raden Ngabehi Notosubroto, Wedana Gresik Jawa Timur. Abdul Halim adalah anak keempat dari sembilan bersaudara sekandung sedangkan seluruhnya saudaranya lain ibu berjumlah 27 orang. Halim menempuh pendidikan dasar Holands Inlandshe School (HIS) sederajat Sekolah Dasar di Sampang pada tahun 1928. Kemudian ia melanjutkan ke Middebar Uitgebreid Langer Onderwijs (MULO) sederajat sekolah menengah pertama sebelum kemudian melanjutkan ke Sekolah Pamong Praja (MOSVIA) di Magelang yang hanya ditempuhnya sampai tingkat II (kampus MOSVIA kini menjadi  Mapolres Magelang). Setelah menyelesaikan pendidikan di kota Magelang, Ia diangkat menjadi calon Mantri di kantor Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur dimana pada saat itu dunia dalam ambang peperangan. Halim memiliki kegemaran melukis dan bermain biola. Iya, seperti Sherlock Holmes dan KH. Ahmad Dahlan. Ia violinis.Tapi cuma Sekadar hobi.

Saaat sibuk bekerja di kantor, ia menerima perintah Bupati Probolinggo untuk mengikuti tes penerimaan pendidikan Perwira Angkatan Laut Belanda. Ia berhasil lulus dan akhirnya berangkat ke Surabaya. Inilah awal kariernya di dunia kemiliteran. Pengalaman perang dimulai sewaktu bertugas sebagai Perwira Angkatan Laut di Kapal Terpedo bersama tentara Belanda saat penjajahan Jepang tahun 1942. Pada bulan Maret 1942 pasukan Jepang mendarat di pulau Jawa. Angkatan Laut Hindia Belanda berusaha melawan Jepang, tetapi sia-sia belaka. Banyak kapal Hindia Belanda yang tenggelam dan terkubur di dasar lautan. Sisanya berlayar menuju Cilacap dalam rangka persiapan mengungsi ke Australia dan India. Dalam iring-iringan kapal Belanda itu termasuk pula kapal torpedo tempat Abdul Halim bertugas. Di kota pelabuhan Cilacap, kapal torpedo itu diserang oleh pesawat terbang Jepang sehingga tenggelam. Bersama awak lainnya, Abdul Halim Perdanakusuma terjun ke laut. Oh iya, waktu jadi tentara AL di Surabaya ia sempat berkenalan dengan gadis Madiun bernama Kussadalina.

Kita Juga Pernah lho bahas Junichiro Tanizaki

Beberapa saat kemudian kapal perang Inggris datang menghampiri reruntuhan bekas-bekas kapal yang ditembak Jepang itu dan menemukannya terapung-apung di laut lepas. Bersama mereka yang selamat, Abdul Halim dibawa ke Australia dan kemudian diangkut ke India. Di India ini nasib Halim ditentukan. Dan ribuan kilometer dari situ, Kussadalina mendapat kabar bahwa pesawat yang ditumpangi Halim hancur, dan dia menyangka Halim juga tewas.

Di India Abdul Halim Perdanakusuma tetap berada dalam lingkungan Angkatan Laut. Kegemaran melukisnya masih tetap ditekuninya. Pada suatu hari yang luang, rupanya ia melukis potret Laksamana Mountbatten. Panglima Armada Inggris di India. Lukisan itu digantungkannya dikamarnya. Suatu ketika, Laksamana Mountbatten mengadakan inspeksi. Semua kamar anak buah di asrama itu diperiksa. Dikamar Abdul Halim, Laksamana Mountbatten melihat lukisan wajahnya tergantung di dinding. Laksamana lalu bertanya, siapa yang melukis itu?Abdul Halim menjawab singkat, “Saya, Pak”. Sejak itu terjadilah hubungan pribadi antara Laksamana Mountbatten dengan Abdul Halim. Hingga suatu hari Mounbatten menawarkan pendidikan militer di Inggris. Abdul Halim menyetujui tetapi mohon agar diperkenankah pindah bidang, yaitu Angkatan Udara. Permintaan itu dikabulkan.

Atas rekomendasi Mounbatten, Halim diterbangkan ke Gibraltar, selanjutnya ke Inggris. Halim kemudian dikirim ke sekolah AU Kanada (RCAF). Di negeri “asing” itulah, Halim memulai karirnya sebagai navigator sejak 1943. Dia kemudian bergabung dengan skadron pesawat pengebom Inggris dan menjadi perwira navigasi dengan pangkat RAF Flight Lieutenant (Kapten Udara). Selama berkecamuknya peperangan itu, ia sama sekali tidak mendengar kabar tentang nasib keluarganya. Sedangkan keluarganya ditanah air sudah menganggap, bahwa Abdul Halim tentu sudah gugur dan tenggelam di lautan ketika kapal torpedo yang ditumpanginya dibom Jepang di perairan Cilacap pada awal Perang Pasifik itu.

Tentulah Abdul Halim dapat juga mengirim surat melalui Palang merah Internasional memberitahukan keadaannya kepada keluarganya di Surabaya dan Sampang, tetapi Abdul Halim juga menyadari resikonya. kalau Jepang mengetahui dia perwira Inggris, niscaya akan menangkap dan menganiaya seluruh keluarga Abdul Halim. Karena itu Abdul Halim tetap menahan dan menyabarkan diri. Satu-satunya harapan ialah agar perang dapat lekas selesai. Abdul Halim makin memusatkan pekerjaannya pada bidang Angkatan Udara. Berkali-kali ia mengikuti pemboman ke Jerman. Ia mengalami berbagai pertempuran sengit di udara, berupa duel-duel antara kapal-kapal terbang Inggris dengan kapal-kapal terbang Jerman. Abdul Halim masuk dalam skuadron tempur yang terdiri dari pesawat Lancaster dan Liberator. Waktu itu ia berpangkat kapten Penerbangan dan merupakan salah seorang perwira Angkatan Udara berkulit berwarna yang tidak banyak jumlahnya..

Kapten Abdul Halim tercatat 42 kali mengikuti pengeboman ke Jerman. Sasaran utamanya ialah pusat-pusat industri Jerman. Serangan-serangan itu dilakukan pada siang dan malam hari. Pernah terjadi dalam penerbangan kembali ke pangkalannya di Inggris, skuadronnya dicegat oleh pesawat-pesawat Fockewulf yang membawa senjata roket. Terjadilah duel di udara yang seru. Pihak sekutu kehilangan tiga buah pesawat pembom B-17 karena tembakan roket Jerman.

Orang Indonesia ikut andil terjun langsung peperangan Inggris vs Jerman
Dan selamat!!!!
Berkali-kali!
42 kali!
Lebih malah! Keren ga tuh??

Satu hal yang mengherankan setiap kali Abdul Halim ikut dalam serangan udara di atas kota-kota Jerman dan Perancis, maka pastilah seluruh pesawat dalam skuadron itu kembali dengan selamat ke pangkalannya, Padahal biasanya serangan ke wilayah musuh selalu memakan korban akibat amukan meriam anti pesawat udara milik Jerman. Karena itu pria Indonesia dianggap membawa keberuntungan bagi para pilot dan kru pesawat Lancaster dan Liberator Inggris. dari peristiwa itulah Ia dijuluki “The Black Mascot” artinya si Jimat Hitam. Hingga kemudian Bom Atom amerika diluncurkan, Jepang menyerah.  Dan Halim memiliki kesempatan kembali pulang ke negerinya.

Kapten Abdul Halim ikut bersama pasukan Inggris yang mendarat di Jakarta pada bulan September – Oktober 1945. Pasukan Inggris itu atas nama sekutu bertugas melucuti tentara Jepang dan memulangkan ke negerinya. Begitu mendarat di Jakarta ia kemudian desersi. Halim lalu berhasil mengetahui dimana Kussadalina. Kussadalina bekerja di Rumah Sakit Bersalin Budi Kemulyaan Tanah Abang, Jakarta. Alangkah terkejutnya Kussadalina menjumpai Abdul Halim dalam keadaan hidup dan segar bugar. Seorang pemuda tegap berseragam. Halim adalah pria yang kembali dari kematian. Seperti Chuck Noland yang diperankan Tom Hanks di film Cast Away atau Rafe McCawley di film Pearl Harbor yang diperankan Ben Affleck. Hanya saja ini kisah nyata orang Indonesia. Dan lebih beruntung dalam hal asmara. Ketika bertemu kembaliKussadalina dengan penuh Kussadalina berkata lirih ”Saya mau menerimamu, asal jangan memakai seragam penerbang Angkatan Udara kerajaan Inggris. Pakaian seragam itu akan menyulitkanmu dan diriku. Sekarang Indonesia sudah merdeka. Semua yang bercorak kebelandaan tentu dimusuhi”. Abdul Halim menjawab, ”Saya tidak mempunyai pakaian lain kecuali piyama untuk tidur. Apakah saya harus ganti dengan piyama”. Kussadalina menjawab, ”Piyama lebih baik dari pada seragam RAF (Royal Air Force, Angkatan Udara Kerajaan Inggris)”

Keesokan harinya Abdul Halim pergi menengok keluarganya ke Kediri. Tetapi di Kediri ia ditahan oleh pasukan Republik Indonesia. Kedatangannya menyita perhatian dikarenakan dia berkulit gelap, tapi tentara Inggris. Ia dimasukkan ke dalam penjara karena dicurigai sebagai tentara NICA (Belanda). Sementara itu Residen Kediri, yaitu Pratalikrama adalah termasuk kakak Abdul Halim sendiri. Residen Kediri sesudah mendengar adiknya ditahan, segera memberi kabar ibu Abdul Halim, yaitu Ibu Wongsotaruno. Sang ibu pun lalu pergi ke Kediri tetapi alangkah kecewa hatinya, karena yang berwajib hanya mengizinkan Ibu Wongsotaruno selama sepuluh menit saja untuk menjenguk putranya yang sudah tiga setengah tahun tidak dijumpainya Di penjara itu Abdul Halim berbaur dengan tahanan lainnya. Ia pun menulis perjalanan hidupnya di tembok rumah tahanan Kediri, sehingga menarik perhatian para petugas penjara, siapakah gerangan sebenarnya orang yang ditahan ini. Sesudah beberapa waktu dan sesudah jelas semuanya. Pemerintah segera membebaskan Abdul Halim. Ia lalu pulang ke Sumenep. Ia dilepas melalui surat sakti Menteri Pertahanan Amir Syarifudin.

Suryadarma -Kepala Staf TNI Angkatan Udara dari 1946 hingga 1962- yang mengetahui keberadaan Halim di Sumenep setelah dibebaskan, segera memerintahkan ajudannya Kapten Udara Arifin Marzuki mencaritahu keberadaan Halim seraya menyampaikan maksud Suryadarma agar Halim bersedia membantu Angkatan Perang RI yang masih “bayi”. "Negara membutuhkanmu"
Akhirnya Halim bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan menjadi salah satu pionir berdirinya TNI AU. Pengalamannya menjadi perwira RAF di Perang Dunia II sangat berguna untuk membangun TNI AU. Pengalamannya sebagai mantan perwira RAF, dimanfaatkan betul oleh Suryadarma, terutama dibidang operasi. Juga dalam perundingan-perundingan dengan AU Inggris. Disetiap perundingan antara perwira Angkatan Udara Inggris (Royal Air Force) Halim Perdana Kusuma selalu mendampingi Kepala Staf Angkatan Udara (KASAU) Republik Indonesia, bahkan Ia selalu diminta oleh Panglima Angkatan Perang Indonesia Jenderal Sudirman untuk menjelaskan perkembangan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).

Halim diserahi tugas sebagai perwira operasi. Ia terlibat dalam berbagai misi penting dalam mempertahankan kemerdekaan RI. Beliau ikut serta dalam penerbangan percobaan pesawat AURI bermotor satu pada tanggal 23 April 1946 di udara Jakarta, lalu terbang ke arah timur dengan tujuan pendaratan di Sumenep dan Malang. Di Maguwarjo, di sekolah penerbangan pertama berjumlah 31 yang didirikan Adi Sutjipto, ia ikut membantu. Abdul Halim Perdana Kusuma bersama rekan-rekannya seperti Agustinus Adisucipto, Abdurrachman Saleh dan Iswahyudi serta yang lainnya berusaha memperbaiki pesawat-pesawat tua bekas tentara Jepang yang kebanyakan telah rusak dan seharusnya telah masuk museum, namun berkat keuletan dan ketekunan serta adanya pengalaman akhirnya pesawat-pesawat tersebut dapat dipergunakan kembali dan selanjutnya untuk menyerang musuh.

Formasi penerbangan antar kota, latihan terjun payung, memperbaiki pesawat, mengantar perbekalan dan pejabat,  serta menerobos area musuh adalh kegiatan rutin. Kepiawaiannya dalam menjalankan tugas membawa Halim Perdanakusuma dipromosikan menjadi Komodor, dan ditugaskan untuk mendirikan cabang AURI di Bukittinggi, Sumatera Barat pada awal tahun 1947.
Meski pesawat yang digunakan kebanyakan pesawat tua berjenis pesawat Cureng. Hanya bermodal pesawat tua tidak menyurutkan langkah para perintis TNI AU ini untuk belajar.  ““You are flying Coffin. Kalian menerbangkan peti mati,” ujar para penerbang Kerajaan Inggris yang mengunjungi Lanud Maguwo Yogyakarta tahun 1945. Para penerbang itu geleng-geleng melihat deretan pesawat Cureng buatan Jepang yang jumlahnya tidak seberapa di landasan pacu

Tapi seperti peribahasa madura. "Bengal kathonding takok ka tajam". Hanya berani gagangnya tapi takut dengan tajamnya celurit. (Pemimpin harus berani menghadapi setiap resiko kepemimpinannya. Jangan mau enaknya saja tapi takut menghadapi beban berat di hadapannya). Halim bersma Adisutjipto tetap nekat menerbangkan pesawat peti mati itu.
Pada tanggal 21 Juli 1947 terjadi agresi militer belanda 1, dan demi membalas serangan Agresi Militer Belanda, Halim bersma teman-tmannya merencanakan serangan balasan. Sementara Adi Sutjipto ke Malaya.. Sekarang Malaysia. Adisutjipto dan rekan-rekannya ditugasi pemerintah RI untuk mencari bantuan obat-obatan bagi Palang Merah Indonesia. Bantuan didapat dari Palang merah Malaya, sementara pesawat angkut Dakota VT-CLA merupakan bantuan dari saudagar di India. Penerbangan dilakukan secara terbuka. Misi kemanusiaan ini telah mendapat persetujuan dari Belanda dan Inggris. Sementara Halim dkk diam-diam mempersiapkan serangan mengebom tangsi-tangsi belanda di ambarawa,  dan salatiga.

Sebelum berangkat, Komandan Suryadharma memberikan briefing : "Serangan ini memang tidak akan menimbulkan kerusakan besar.  Tapi serangan ini mempunyai tujuan lebih besar. Membuktikan pada dunia internasional. Menjaga kedaulatan negara. Bahwa di negara yg seumur jagung ini, angkatan udara Indonesia dapat berbuat sesuatu. Merdeka!! "
Satu Misi Perang. Satu misi Kemanusiaan

Pagi pukul 05.00 tanggal 29 Juli 1947. Para ksatria AU itu pun berangkat.  "Lebih baik pulang nama daripada gagal di medan tugas!! " Karena keterbatasan, bom bahkan hanya diikat dengan tali di sayap pesawat. Serangan tersebut berhasil. Kadet-kadet sekolah penerbang pimpinan Adi Tsujipto itu mencatat prestasi membanggakan. Suharnoko, Harbani, Soetardjo Sigit dan Moeljono berhasil mengebom tangsi-tangsi Belanda Belanda. Belanda tersengat, bangsa yang baru beberapa tahun lalu dijajahnya dan ia jadikan budak kini malah menggigit. Belanda pun merencanakan balasan, meski harus melanggar kesepakatan dengan mengebom pesawat kemanusiaan. Euforia keberhasilan di pagi hari mengebom belanda melingkupi markas TNI AU di Maguwarjo.. Tapi itu hanya sejenak. Sementara itu Adi Sutjipto yang melakukan misi kemanusiaan membawa obat-obatan dari Malaya tiba sore hari di Maguwarjo. Adi Tsujipto dkk tiba di waktu yang salah, saat pesawat hendak mendarat di Maguwo, tiba-tiba dua pesawat pemburu Kitty Hawk milik Belanda muncul. Pesawat pemburu tersebut langsung menembaki Dakota yang ditumpangi Tjipto dan rekan-rekannya. Pesawat jatuh dan terbakar, mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarmo Wiryokusumo. Jadi disinilah Adisutjipto meninggal. Awak lain yang tewas adalah Alexander Noel Constantine (Pilot) Ny. A.N. Constantine dari australia, Roy Hazellhurst (Co-pilot dari Inggris) , Lalu Bhida Ram (Juru Teknik) dari India, dan Zainal Arifin (Konsul Dagang Republik Indonesia di Malaya). Sisa-sisa puing pesawat Dakota VT-CLA skarang disimpan di Museum Ngoto.Pesawat Kitty Hawk yg ngebom Dakota.Tentara kita menyebutnya "Setan Cocor Merah".

Dua peristiwa 29 Juli 1947 ini kemudian diperingati sebagai Hari Bhakti AURI. Keberhasilan mengebom tangsi belanda dan jatuhnya pesawat Dakota. Akibat peristiwa agresi I,  Indonesia mengajukan protes ke PBB dan meminta perundingan. Kemudian sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies.  Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda sebagai The Indonesian Question.

Setelah agresi militer belanda I berakhir pada 5 Agustus 1947, Halim lalu mempersunting  Kussadalina, gadis madiun itu pada tanggal 24 Agustus 1947. Halim lalu diperintah menjabat Komandemen AURI Sumatera dengan tugas menyiapkan angkatan udara di Sumatera bersama Opsir Udara I Iswahyudi. Penyiapan ini diambil sebagai emergency plan jika Jawa lumpuh akibat agresi Belanda. Basis didirikan di Bukittinggi. Lapangan terbang Gadut dihidupkan, dengan Iswahyudi sebagai komandan.

Tanggal 14 Desember 1947 Halim Perdanakusuma dan Opsir Iswahyudi mendapat tugas untuk membawa pesawat tempur yang baru dibeli. AVRON ANSON RI-003 dari Thailand ke Indonesia bersama Opsir Iswahyudi sekaligus juga untuk mengambil obat-obatan dan perlengkapan perang berisi berbagai senjata api, diantaranya karabin, stun gun, pistol dan bom tangan. Pesawat itu sendiri berada di Muangthai (Thailand). Tugas tetap memanggil untuk mempelajari pesawat tempur yang sebelumnya merupakan pesawat angkutan itu, Halim hanya membutuhkan waktu selama kurang lebih 5 hari. Tapi dalam buku sejarah yang dikeluarkan Mabes TNI AU itu, tidak tersebutkan negara mana yang membuat pesawat tersebut. Namun malang, pesawat itu tak kunjung sampai ke Indonesia. Mereka terjebak badai  Di daerah Labuhan Bilik Besar, Pantai Lumut, Malaysia, udara sangat buruk menyebabkan sayap pesawat patah dan kemudian meledak. Ada dugaan juga yang menyebutkan pesawat ditembak. Diperkirakan, pesawat itu terjatuh di kawasan pantai selat Malaka. Tak lama kemudian, nelayan menemukan sosok mayat yang terdampar di kawasan pantai. Dan saat itu kodisi jenazah sangat sulit diidentifikasi. Namun akhirnya jenazah itu diduga merupakan jenazah Halim Perdanakusuma. Sedangkan jenazah Iswahyudi hingga kini belum diketemukan, senjata-senjata yang dibeli dari Thailand juga tidak pernah ditemukan.

Halim Perdana Kusuma meninggal pada usia 25 tahun, baru Menikah selama 4 bulan. Berhasil lolos dari kematian pesawat Jepang dan Jerman. Tapi kali ini ia tak berhasil dari kuasa Tuhan, almarhum meninggalkan seorang Istri yang pada saat itu sedang hamil. Putra Halim Perdanakusuma adalah Ian Santoso Perdanakusuma. Ian baru tiga bulan dalam kandungan ketika Halim gugur. Ian Santoso Perdanakusuma kemudian mengikuti jejak ayahnya mengabdi di TNI-AU. Ian adalah penerbang C-130 Hercules dan pensiun dengan pangkat Marsekal Madya. Ian Santoso juga sempat menjabat menjadi kepala BAIS TNI dan sempat dicalonkan jadi calon Kepala BIN. Badan Intelijen Strategis (disingkat BAIS) TNI adalah organisasi yang khusus menangani intelijen kemiliteran dan berada di bawah komando Markas Besar Tentara Nasional Indonesia.

Jenazah Halim dimakamkan di Malaysia, hingga pada tanggal 10 Nopember 1975 kerangka jenazahnya dipindahkan ke Indonesia dan dimakamkan di TMP Nasional Kalibata. Kemudian pada tanggal 14 Juli 2000 dipindahkan ke Monumen Perjuangan di Ngoto, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Oh iya selain Halim, Adisutjipto dan Abdul Rahman Saleh yg gugur pada peristiwa 29 Juli juga dijadiin nama bandara. Beliau dianugerahi gelar pahlawan nasional dengan SK Presiden NO. 063/TK/1975 pada 9 agustus 1975. Untuk mengenang jasa beliau, pemerintah mengabadikan namanya pada sebuah lapangan udara militer di Jakarta, yang kini kita kenal sebagai lapangan udara Halim Perdanakusuma.


No comments:

Post a Comment

Halo ! Silakan tinggalkan komentar dengan menggunakan bahasa yang baik. Link hidup akan otomatis terhapus ya n_n

copyright © . all rights reserved. designed by Color and Code

grid layout coding by helpblogger.com