MINGGU LITERASI #5, 21
FEBRUARI 2016
THE FACE OF ANOTHER
THE FACE OF ANOTHER akan membawa kita ke dalam alam pikiran
rumit si tokoh utama kita yang tak bernama (dan semua karakter di dalam novel
pun tidak bernama) lewat buku hariannya, yang sengaja ia tulis supaya kelak
dibaca oleh istrinya. Oleh tokoh utama kita, buku hariannya dibagi menjadi 3
buku tanpa ada alasan yang spesifik, namun kita akan menemukan bahwa ketiga
buku harian tersebut terdapat pula 3 fase berbeda dalam perkembangan
psikologisnya.
Tokoh utama kita ini adalah seorang kepala sebuah institut terkemuka di Jepang yang mengalami kecelakan ketika sedang melakukan percobaan kimia di laboratorium. Kecelakan tersebut menyebabkan luka bakar parah pada wajahnya sampai-sampai menghancurkan keseluruhan wajahnya tersebut. Kulitnya bukan hanya melebuh, sebagian bahkan berubah menjadi keloid yang sangat menjijikan dan tak bisa disembuhkan lagi. Kemana-mana ia harus menggunakan perban untuk menutupi seluruh wajahnya yang menyebabkan ia tampak mengerikan, menyebabkan orang-orang yang melihatnya menjadi berasumsi macam-macam terhadap dirinya dan apa yang ada di balik perbannya, sampai-sampai merusak hubungan rumah tangganya pula.
Selain menyebabkan kecacatan fisik, mentalnya pun ikut terganggu. Ia menjadi gampang marah, penuh curiga, dan penuh dendam. Usaha pertama yang dia lakukan adalah bertemu dengan seorang ahli bedah plastik yang terkenal di masa itu. Ketika bertemu dengan si ahli bedah yang terjadi justru perdebatan tidak penting disebabkan oleh ketidaknyamanan tokoh utama kita sendiri terhadap prasangka-prasangkanya. Penuh emosi dia meninggalkan si ahli bedah tersebut dan dari situ dia berniat membuat sendiri topeng sempurna untuk menutupi wajahnya. BUKU CATATAN HITAM (buku pertama) ini banyak berisi kemarahan tokoh utama kita terhadap dunianya dan proses awal pemilihan wajah untuk topengnya. Berbagai karakteristik ekspresi dia kumpulkan, sampai-sampai ia mencari donatur wajah (untuk cetak wajah, bukan menguliti langsung wajah donatur) supaya topengnya tampak alami.
BUKU CATATAN PUTIH (buku kedua) dimulai beberapa waktu setelah tokoh utama kita mendapatkan donatur wajahnya. Banyak hal-hal teknis tentang pembuatan topeng kulit (sama sekali tidak mengandung unsur budaya dan tradisi) diangkat di buku kedua ini. Proses tersebut tak lepas pula dari cara pandangnya terhadap dunia yang semakin gelap dan dimulainya proses pembentukan kepribadiannya yang lain. Dan sampai pada BUKU CATATAN ABU-ABU (buku ketiga) tokoh utama kita akan memiliki kepribadian lain yang matang. Bermula dari keinginannya membuat topeng untuk menutupi luka di wajahnya, tokoh utama kita berakhir pada manipulasi terhadap istrinya sendiri. Percobaan yang dia lakukan terhadap istrinya untuk menguji kesempurnaan topengnya berubah menjadi amarah dan kecemburuan terhadap topengnya sendiri.
THE FACE OF ANOTHER sarat akan unsur psikologis mulai dari ego, paranoid, manipulasi, hingga pembentukan kepribadian lain yang disadari sepenuhnya oleh tokoh utama. Dengan setting Jepang tahun 1960-an ketika novel ini ditulis, dunia dalam novel ini sedang mengalami proses transisi masuknya budaya barat yang penuh dengan ketakutan dan ramalan tentang masa depan. Tokoh utama kita juga menjadi simbol dari orang-orang korban selamat tragedi bom atom Hiroshima yang mengalami cacat fisik parah yang menyebabkan mereka susah untuk masuk kembali ke dalam masyarakat.
Tokoh utama kita ini adalah seorang kepala sebuah institut terkemuka di Jepang yang mengalami kecelakan ketika sedang melakukan percobaan kimia di laboratorium. Kecelakan tersebut menyebabkan luka bakar parah pada wajahnya sampai-sampai menghancurkan keseluruhan wajahnya tersebut. Kulitnya bukan hanya melebuh, sebagian bahkan berubah menjadi keloid yang sangat menjijikan dan tak bisa disembuhkan lagi. Kemana-mana ia harus menggunakan perban untuk menutupi seluruh wajahnya yang menyebabkan ia tampak mengerikan, menyebabkan orang-orang yang melihatnya menjadi berasumsi macam-macam terhadap dirinya dan apa yang ada di balik perbannya, sampai-sampai merusak hubungan rumah tangganya pula.
Selain menyebabkan kecacatan fisik, mentalnya pun ikut terganggu. Ia menjadi gampang marah, penuh curiga, dan penuh dendam. Usaha pertama yang dia lakukan adalah bertemu dengan seorang ahli bedah plastik yang terkenal di masa itu. Ketika bertemu dengan si ahli bedah yang terjadi justru perdebatan tidak penting disebabkan oleh ketidaknyamanan tokoh utama kita sendiri terhadap prasangka-prasangkanya. Penuh emosi dia meninggalkan si ahli bedah tersebut dan dari situ dia berniat membuat sendiri topeng sempurna untuk menutupi wajahnya. BUKU CATATAN HITAM (buku pertama) ini banyak berisi kemarahan tokoh utama kita terhadap dunianya dan proses awal pemilihan wajah untuk topengnya. Berbagai karakteristik ekspresi dia kumpulkan, sampai-sampai ia mencari donatur wajah (untuk cetak wajah, bukan menguliti langsung wajah donatur) supaya topengnya tampak alami.
BUKU CATATAN PUTIH (buku kedua) dimulai beberapa waktu setelah tokoh utama kita mendapatkan donatur wajahnya. Banyak hal-hal teknis tentang pembuatan topeng kulit (sama sekali tidak mengandung unsur budaya dan tradisi) diangkat di buku kedua ini. Proses tersebut tak lepas pula dari cara pandangnya terhadap dunia yang semakin gelap dan dimulainya proses pembentukan kepribadiannya yang lain. Dan sampai pada BUKU CATATAN ABU-ABU (buku ketiga) tokoh utama kita akan memiliki kepribadian lain yang matang. Bermula dari keinginannya membuat topeng untuk menutupi luka di wajahnya, tokoh utama kita berakhir pada manipulasi terhadap istrinya sendiri. Percobaan yang dia lakukan terhadap istrinya untuk menguji kesempurnaan topengnya berubah menjadi amarah dan kecemburuan terhadap topengnya sendiri.
THE FACE OF ANOTHER sarat akan unsur psikologis mulai dari ego, paranoid, manipulasi, hingga pembentukan kepribadian lain yang disadari sepenuhnya oleh tokoh utama. Dengan setting Jepang tahun 1960-an ketika novel ini ditulis, dunia dalam novel ini sedang mengalami proses transisi masuknya budaya barat yang penuh dengan ketakutan dan ramalan tentang masa depan. Tokoh utama kita juga menjadi simbol dari orang-orang korban selamat tragedi bom atom Hiroshima yang mengalami cacat fisik parah yang menyebabkan mereka susah untuk masuk kembali ke dalam masyarakat.
(G. Pio / Minggu Literasi )
Dari sekian membaca reviewnya saja saya pikir ini buku yang menarik, dan tentunya butuh atensi lebih dan lebih menyedot pikiran :')
ReplyDeleteSemoga menambah referensi bacaan ya kak, jangan bosan mampir kesini.
Delete