THE SOLITAIRE MYSTERY
Novel karya Jostein Gaarder ini menceritakan tentang perjalanan Hans Thomas dengan ayahnya dari Norwegia menuju Athena untuk mencari ibu dan istri mereka. Dalam perjalanannya, Hans bertemu dengan seorang kurcaci yang memberinya kaca pembesar yang belum diketahui apa kegunaannya. Lalu di pemberhentian selanjutnya ia mampir di sebuah toko roti dan diberi beberapa potong kue kismis oleh penjual toko roti yang sudah berumur tua. Dalam potongan kue kismis terakhir, ia menemukan sebuah buku mungil di dalamnya. Selama menuju perjalanan menuju Athena, Hans mencoba membaca buku mungil tersebut dengan kaca pembesar yang diperolehnya sebelumnya, dan ternyata buku tersebut adalah buku yang ditulis oleh kakek buyutnya sendiri.
Buku mungil tersebut bercerita tentang terdamparnya si kakek buyut di sebuah pulau setelah kapal miliknya dihantam ombak dan membuatnya kehilangan para awak kapalnya. Sendirian di pulau tersebut, ia bertemu dengan tokoh-tokoh kartu remi. Keriting, Wajik, Sekop, dan Hati. Tapi, semua kartu hidup layaknya manusia, dengan sifat khas masing-masing. Keriting hidup sebagai petani, Sekop sebagai tukang kayu, Wajik sebagai pembuat gelas, dan Hati sebagai tukang kebun. Semua tokoh remi adalah ciptaan dari Frode, seseorang yang terdampar di pulau tersebut, jauh sebelum si buyut Hans mengalami
nasib yang sama. Frode pun ternyata adalah kakek dari kakek buyut Hans tersebut. Di akhir cerita kita akan mengetahui bahwa ternyata seratus lima puluh tahun sebelum pertemuan antara anak, ayah dan ibu tersebut terjadi (pada akhirnya mereka bertemu juga dengan orang yang dicari, ibu dan istri mereka), sudah diramal oleh Frode ketika ia berada di pulau asing bersama tokoh-tokoh remi yang ditemuinya.
Yang menarik dari novel ini adalah terdapatnya dua plot cerita yang sebenarnya saling berhubungan. Plot yang pertama menceritakan tentang perjalanan Hans, dan plot yang kedua menceritakan tentang Frode. Kedua garis kehidupan ini dihubungkan hanya oleh sebuah buku harian kecil yang diberikan pada Hans oleh kakek buyutnya. Kita bisa menemukan plot semacam ini juga di novel Jostein Gaarder lainnya
seperti di Dunia Sophie dan Dunia Anna (judul-judul barusan adalah hasil nasionalisasi dari judul-judul
aslinya yang tidak mesti mengandung unsur kata ‘Dunia’). Dengan gaya berceritanya yang khas, Gaarder bisa membawa pembaca baru sekalipun menikmati dongeng dan pelajaran filsafat yang terkandung di dalamnya.
MINGGU LITERASI #2, 17 JANUARI 2016
Oleh : Gabriel Pio
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Halo ! Silakan tinggalkan komentar dengan menggunakan bahasa yang baik. Link hidup akan otomatis terhapus ya n_n